Monday 30 March 2015

Pemblokiran Media Islami dan Semangat Anti Demokrasi

Nusantara kembali heboh. Kali ini, berita menggemparkan datang dari jagat maya. Sebuah surat yang diduga ditulis oleh Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo meminta Internet Service Provider untuk memfilter beberapa situs Islami. Situs-situs tersebut diduga BNPT sebagai media penggerak paham radikalisme dan/atau simpatisan radikalisme.

Saya awalnya mengira berita ini hanyalah hoax belaka yang disebarkan oleh pihak yang ingin memancing di air keruh. Tujuannya adalah mengadu domba aktivis dakwah dengan pemerintah yang terlihat semakin mengecewakan kinerjanya. Tetapi setelah mendengar klarifikasi dari Kemenkominfo, saya menjadi yakin bahwa berita ini benar adanya. Maka mari turut berduka atas kematian kebebasan pers ini, demikian ajakan Dakwatuna.com, sebuah media yang masuk dalam daftar hitam Kemenkominfo.

(Sumber gambar: Arrahmah.com)

Kenyataan ini mengingatkan saya pada sebuah faham anti demokrasi yang disebarkan oleh sebuah gerakan. Bukan apa-apa, melihat ‘kesemena-menaan’ pengambil keputusan negara yang kian menjadi-jadi, saya membayangkan andai saja semua gerakan Islam berpaham seperti gerakan tersebut, maka tamatlah riwayat perjuangan agama ini.

Dulu, pernah akan ada RUU Ormas yang mengharuskan ideologi setiap ormas sama. Dalam saat-saat terjepit itu, gerakan anti demokrasi terpaksa mendatangi markas-markas aktivis Islam yang berjuang di kancah perpolitikan negara. Tidak ada pilihan lain, atau jika tidak ormas tersebut terpaksa dibubarkan.

Sekarang coba bayangkan, di tengah adanya orang-orang Islam yang berjuang di dalam sistem demokrasi, golongan Islamphobia begitu berani membredeli media-media pro Islam serta menghasilkan kebijakan-kebijakan lain yang sangat tidak berpihak pada Islam. Bagaimana jadinya kalau tidak ada sama sekali pejuang Islam yang memegang tampuk kekuasaan? Bisa bayangkan? Mampukah kata-kata dalam aksi yang kita gelar tiap hari secara damai membatalkan peraturan yang sudah disahkan secara hukum? Saya tidak berani menjamin.

Kami akan terus bergerak untuk menyadarkan ummat ini, tapi ‘afwan akhi, kami takkan memilih jalan demokrasi yang kufur itu.
Tidak cukupkah kejadian demi kejadian di Timur Tengah menjadi pelajaran bagi pejuang-pejuang Islam di tanah air ini? Seberapa efektif gerakan penyadaran yang sudah berpuluh-puluh tahun antum lakukan itu? Jika demokrasi adalah sistem kufur, mengapa antum masih saja menikmatinya?

Kalau sudah begini, kalau gerak kita mulai dibatasi, kita baru tersadar bahwa berjuang melalui demokrasi itu penting. Berkoar-koar saja, tanpa memiliki power di lembaga legislatif dan eksekutif, jelas bukan senjata yang efektif lagi untuk saat ini.


Maka, selagi belum terlambat, mari rapatkan barisan!

0 komentar:

Post a Comment