Nusantara kembali heboh. Kali ini, berita
menggemparkan datang dari jagat maya. Sebuah surat yang diduga ditulis oleh
Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo meminta Internet Service Provider
untuk memfilter beberapa situs Islami. Situs-situs tersebut diduga BNPT sebagai
media penggerak paham radikalisme dan/atau simpatisan radikalisme.
Saya awalnya mengira berita ini hanyalah
hoax belaka yang disebarkan oleh pihak yang ingin memancing di air keruh. Tujuannya
adalah mengadu domba aktivis dakwah dengan pemerintah yang terlihat semakin
mengecewakan kinerjanya. Tetapi setelah mendengar klarifikasi dari
Kemenkominfo, saya menjadi yakin bahwa berita ini benar adanya. Maka mari turut
berduka atas kematian kebebasan pers ini, demikian ajakan Dakwatuna.com, sebuah
media yang masuk dalam daftar hitam Kemenkominfo.
(Sumber gambar: Arrahmah.com) |
Kenyataan ini mengingatkan saya pada
sebuah faham anti demokrasi yang disebarkan oleh sebuah gerakan. Bukan apa-apa,
melihat ‘kesemena-menaan’ pengambil keputusan negara yang kian menjadi-jadi, saya
membayangkan andai saja semua gerakan Islam berpaham seperti gerakan tersebut, maka
tamatlah riwayat perjuangan agama ini.
Dulu, pernah akan ada RUU Ormas yang mengharuskan
ideologi setiap ormas sama. Dalam saat-saat terjepit itu, gerakan anti
demokrasi terpaksa mendatangi markas-markas aktivis Islam yang berjuang di
kancah perpolitikan negara. Tidak ada pilihan lain, atau jika tidak ormas
tersebut terpaksa dibubarkan.
Sekarang coba bayangkan, di tengah adanya
orang-orang Islam yang berjuang di dalam sistem demokrasi, golongan Islamphobia
begitu berani membredeli media-media pro Islam serta menghasilkan
kebijakan-kebijakan lain yang sangat tidak berpihak pada Islam. Bagaimana jadinya
kalau tidak ada sama sekali pejuang Islam yang memegang tampuk kekuasaan? Bisa bayangkan?
Mampukah kata-kata dalam aksi yang kita gelar tiap hari secara damai
membatalkan peraturan yang sudah disahkan secara hukum? Saya tidak berani
menjamin.
Kami akan terus bergerak untuk menyadarkan
ummat ini, tapi ‘afwan
akhi, kami takkan memilih jalan demokrasi yang kufur itu.
Tidak cukupkah kejadian demi kejadian di
Timur Tengah menjadi pelajaran bagi pejuang-pejuang Islam di tanah air ini? Seberapa
efektif gerakan penyadaran yang sudah berpuluh-puluh tahun antum lakukan
itu? Jika demokrasi adalah sistem kufur, mengapa antum masih saja
menikmatinya?
Kalau sudah begini, kalau gerak kita
mulai dibatasi, kita baru tersadar bahwa berjuang melalui demokrasi itu
penting. Berkoar-koar saja, tanpa memiliki power di lembaga legislatif dan
eksekutif, jelas bukan senjata yang efektif lagi untuk saat ini.
Maka, selagi belum terlambat, mari
rapatkan barisan!
0 komentar:
Post a Comment