Kali ini, mau posting tentang mendidik anak. ;-)
Ada pertanyaan menarik tentang bagaimana
seharusnya mengajari anak berhitung? Haruskah mereka diajarkan dengan
menggunakan jari (fingers counting) atau tidak? Kita tahu, ada sebuah teknik fingers counting yang cukup popular di negara
kita.
(Sumber gambar: http://id.theasianparent.com) |
Saya tergelitik untuk mencari informasi
ini di internet. Hasilnya, saya temukan dua pendapat berbeda tentang fingers
counting. Pertama, mereka yang setuju. Kedua, tentu saja, golongan kontra.
Mereka yang berada dalam kelompok pertama
konsisten dengan pernyataan bahwa fingers counting adalah cara termudah
dan termurah. ‘Alat bantu hitung’ itu dimiliki oleh setiap anak di
setiap waktu. Mereka tidak menghabiskan banyak waktu untuk menemukan alat
lainnya. Selain itu, jari-jari tangan mudah untuk ‘dioperasikan’ bahkan untuk
operasi yang komplit dan menggunakan angka-angka besar (tentu saja hal ini hanya
bisa dilakukan dengan teknik tertentu). Juga, alat ini tidak memerlukan biaya.
Kelompok lain yang bersikeras, bahkan
melarang, orangtua untuk tidak membiarkan anak-anaknya berhitung menggunakan
jari berdalih dengan beberapa alasan.
Pertama, menggunakan fingers counting secara terus-menerus akan
menghambat daya kembang anak dalam mempelajari teknik lainnya, termasuk mematikan teknik mengingat.
Kedua, fingers counting hanyalah alat hitung visual untuk pemula—mereka
yang baru belajar matematika. Jadi, seharusnya jari-jari tangan tidak digunakan
sebagai alat hitung permanen. Sebab menurut Geary dkk (2007), anak-anak memulai
belajar menghitung menggunakan strategi yang kurang efisien seperti jari tangan,
namun lambat laun beralih ke strategi yang lebih efisien tanpa menggunakan
tangan.
Ketiga, fingers counting melemahkan proses mengingat fakta-fakta matematika.
Dicontohkan bahwa ketika anak-anak China tidak dapat menghitung penjumlahan
dalam memori, mereka cenderung menghitung secara verbal. Sedangkan anak-anak
Amerika menghitung dengan jari tangan atau jika tidak akan menebak. Hasilnya,
anak-anak China memiliki skor yang lebih baik.
Keempat, fingers counting memperlambat proses penghitungan secara
keseluruhan sebab membutuhkan waktu yang lebih lama. Ini, dalam tahap lebih lanjut, mempengaruhi mental matematika anak. (Mental matematika adalah kemampuan memvisualisasikan masalah matematika dalam pikiran). Misalkan saja, ketika seorang guru menyuruh siswanya untuk mencari hasil dari 20-9. Anak-anak yang memiliki mental matematika yang baik tinggal membayangkan soal tersebut sebagai (20-10)+1, sedangkan anak yang terbiasa ber-fingers counting terjebak dengan jari tangannya.
Kelima, tak jarang fingers counting menghilangkan
konsep matematika yang sebenarnya. (Untuk yang ini, saya merasa bantahannya
adalah: teknik fingers counting diajarkan setelah anak mendapatkan
konsep yang sebenarnya.)
Orang yang menghitung tanpa menggunakan jari tangan sewaktu kecil akan memiliki kemampuan matematika yang baik di kemudian hari.
Begitulah, selaku calon guru, guru, calon
orang tua atau orang tua, Anda punya kebebasan untuk memilih metode mana yang
akan Anda gunakan. Tapi yang jelas, lakukan pilihan terbaik.
Sebagai catatan akhir, saya menemukan
sebuah fakta menarik terkait hal ini pada postingan sebuah channel di
Blackberry Messenger (BBM), Today in History. Katanya, orang yang
menghitung tanpa menggunakan jari tangan sewaktu kecil akan memiliki kemampuan
matematika yang baik di kemudian hari.
So, pilihan Anda, Kawan?
0 komentar:
Post a Comment