Saturday 28 March 2015

Mengajari Anak Berhitung, Dengan Jari Atau Tidak?

Kali ini, mau posting tentang mendidik anak. ;-)

Ada pertanyaan menarik tentang bagaimana seharusnya mengajari anak berhitung? Haruskah mereka diajarkan dengan menggunakan jari (fingers counting) atau tidak? Kita tahu, ada sebuah teknik fingers counting yang cukup popular di negara kita.

(Sumber gambar: http://id.theasianparent.com)

Saya tergelitik untuk mencari informasi ini di internet. Hasilnya, saya temukan dua pendapat berbeda tentang fingers counting. Pertama, mereka yang setuju. Kedua, tentu saja, golongan kontra.

Mereka yang berada dalam kelompok pertama konsisten dengan pernyataan bahwa fingers counting adalah cara termudah dan termurah. ‘Alat bantu hitung’ itu dimiliki oleh setiap anak di setiap waktu. Mereka tidak menghabiskan banyak waktu untuk menemukan alat lainnya. Selain itu, jari-jari tangan mudah untuk ‘dioperasikan’ bahkan untuk operasi yang komplit dan menggunakan angka-angka besar (tentu saja hal ini hanya bisa dilakukan dengan teknik tertentu). Juga, alat ini tidak memerlukan biaya.

Kelompok lain yang bersikeras, bahkan melarang, orangtua untuk tidak membiarkan anak-anaknya berhitung menggunakan jari berdalih dengan beberapa alasan.

Pertama, menggunakan fingers counting secara terus-menerus akan menghambat daya kembang anak dalam mempelajari teknik lainnya, termasuk mematikan teknik mengingat.

Kedua, fingers counting hanyalah alat hitung visual untuk pemula—mereka yang baru belajar matematika. Jadi, seharusnya jari-jari tangan tidak digunakan sebagai alat hitung permanen. Sebab menurut Geary dkk (2007), anak-anak memulai belajar menghitung menggunakan strategi yang kurang efisien seperti jari tangan, namun lambat laun beralih ke strategi yang lebih efisien tanpa menggunakan tangan.

Ketiga, fingers counting melemahkan proses mengingat fakta-fakta matematika. Dicontohkan bahwa ketika anak-anak China tidak dapat menghitung penjumlahan dalam memori, mereka cenderung menghitung secara verbal. Sedangkan anak-anak Amerika menghitung dengan jari tangan atau jika tidak akan menebak. Hasilnya, anak-anak China memiliki skor yang lebih baik.

Keempat, fingers counting memperlambat proses penghitungan secara keseluruhan sebab membutuhkan waktu yang lebih lama. Ini, dalam tahap lebih lanjut, mempengaruhi mental matematika anak. (Mental matematika adalah kemampuan memvisualisasikan masalah matematika dalam pikiran). Misalkan saja, ketika seorang guru menyuruh siswanya untuk mencari hasil dari 20-9. Anak-anak yang memiliki mental matematika yang baik tinggal membayangkan soal tersebut sebagai (20-10)+1, sedangkan anak yang terbiasa ber-fingers counting terjebak dengan jari tangannya.

Kelima, tak jarang fingers counting menghilangkan konsep matematika yang sebenarnya. (Untuk yang ini, saya merasa bantahannya adalah: teknik fingers counting diajarkan setelah anak mendapatkan konsep yang sebenarnya.)

Orang yang menghitung tanpa menggunakan jari tangan sewaktu kecil akan memiliki kemampuan matematika yang baik di kemudian hari.

Begitulah, selaku calon guru, guru, calon orang tua atau orang tua, Anda punya kebebasan untuk memilih metode mana yang akan Anda gunakan. Tapi yang jelas, lakukan pilihan terbaik.

Sebagai catatan akhir, saya menemukan sebuah fakta menarik terkait hal ini pada postingan sebuah channel di Blackberry Messenger (BBM), Today in History. Katanya, orang yang menghitung tanpa menggunakan jari tangan sewaktu kecil akan memiliki kemampuan matematika yang baik di kemudian hari.


So, pilihan Anda, Kawan? 

0 komentar:

Post a Comment