Thursday 26 March 2015

Jadilah Sahabat Bulan!

Hati-hati yang dekat itu berjalin mantap, bersimpul kuat lalu berkelindan erat.

Mari tengadah ke langit semesta. Mari belajar padanya. Siang hari, matahari yang garang memuntahkan cahayanya. Terik, panas, gerah. Lalu di penghujung siang, ia tenggelam di ufuk. Malam perlahan berlabuh. Dan di atas sana, rembulan berbinar lembut. Memancarkan cahayanya yang mempesona.
Kawan, pernahkah kaupikirkan mengapa bulan yang lebih kecil dari bumi itu terlihat sama besarnya dalam pandangan kita dengan matahari yang jauh lebih raksasa? Mungkin kau sudah tahu jawabannya. Karena ia dekat, bukan? Tepat sekali.

Matahari lebih besar 400 kali dari bulan namun berjarak 400 kali jarak bumi ke bulan. Maka keduanya terlihat seukuran di mata kita.

Mari kita teliti lagi. Mengapa bulan yang dekat justru bersinar lembut dan temaram? Sementara matahari yang jauh di pusat tata surya sana justru bercahaya garang dan panas? Mungkin kau juga sudah tahu jawaban ilmiahnya, Kawan.

(Sumber: http://aliahharizahani.blogspot.com/2013/07/rembulan.html)


Tapi ada satu pelajaran yang kita ambil bersama-sama di sini. Pelajaran persahabatan. Pelajaran kedekatan dan keterikatan hati. Sahabat yang baik itu laksana bulan, dekat dan lembut. Sinarnya tak sekedar datang di saat kita kegelapan, tapi juga ia menghadirkan segenap daya terbaiknya: terang, lembut dan indah. Begitulah sahabat. Di saat kita membutuhkan, ia tak sekedar hadir tapi berupaya memberikan kontribusi terbaiknya. Tak segan ia mencurahkan perhatiannya seperti ia memperhatika dirinya sendiri. Ia menganggap masalah yang kita hadapi adalah masalahnya juga. Ia mengamalkan apa yang disabdakan Rasul, “Tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. Begitulah sahabat iman, ia tahu persis kapan saatnya harus mengulurkan kedua tangannya. Ia tahu dengan pasti saat-saat mana kita berada dalam gelap. Lalu di saat itulah, hadirnya membenderang. Ia paham semua yang terjadi pada kita karena hatinya yang senantiasa dekat dan berpaut.

Lalu lihatlah matahari! Ia ibarat teman yang hatinya tak terpaut. Kehadiran cahayanya menggelisahkan, intensitas panasnya terlalu berlebihan, membuat orang kepanasan. Itu sebab hatinya yang jauh. Ia tak paham bagaimana seharusnya bersikap. Ketidakpahaman itu membuatnya mengeluarkan apa yang dimilikinya seenak hati. Cahayanya yang sesungguhnya dinanti-nantikan berubah menjadi jarum-jarum yang menusuk ubun-ubun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya bukan untuk menasehati, tetapi malah menyakiti. Dalam beberapa hal, ia mungkin menolong kita, tapi bukan atas niat persahabatan, hanya semata untuk meyakinkan orang lain bahwa kita berada di bawahnya lantaran kita membutuhkan bantuannya. Ia merasa bak matahari, yang selalu berada di atas kepala. Ia merasa bak matahari, yang tanpanya takkan ada kehidupan. Ia tak paham bagaimana seharusnya bersikap sebab hatinya jauh dan terlepas dari ikatan.

Inilah pelajaran persahabatan. Semoga bermanfaat.


Ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu hati-hati ini telah berpadu…

0 komentar:

Post a Comment