Tak banyak
yang berani melakukannya, sebab melompat adalah perbuatan penuh resiko. Karenanya
hanya yang berani saja yang akan
senantiasa dikenang sejarah sebagai orang-orang yang hebat.
Sejarah kegemilangan
Islam mencatat seorang jenderal perang Quraisy, ahli strategi terbaik di
zamannya, pemegang rekor berperang tanpa pernah kalah, adalah satu dari
sebagian kecil orang yang dikategorikan ke dalam kelompok ini. Ia adalah anak
dari pasangan Walid dan Lababah, keponakan Maimunah binti Al-Harits, istri
Rasulullah saw. Di perang Uhud, pasukan Muslimin yang di ambang kemenangan keok
dibuatnya. Tapi lihatlah kemudian ia melakukan lompatan besar itu. Setelah mendengar
lantunan surah Al-Hujurat dari seorang Bilal, ia balik memeluk Islam, menjadi
panglima perang mengagumkan sepanjang sejarah lalu menjayakan Islam. Ia bernama Khalid ibn Walid. sang pedang Allah.
Sebelum Khalid,
kita tahu sepupuannya, ‘Umar ibn Al-Kaththab, juga adalah seorang penentang
Islam. Tapi hatinya terhidayahi kebenaran, juga melalui lantunan surah Alquran.
Ia, yang dari semula kokoh di garis depan penentang, melompati batas pemisah
lalu berubah haluan menjadi pembela, berdiri gagah di baris muka.
Mungkin, bisa
saja, jika Khalid tak masuk Islam, ia takkan dikenang sejarah. Mungkin, bisa
saja, jika ‘Umar tak masuk Islam, ia takkan dimasukkan dalam daftar 100 Tokoh
Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah.
Tapi begitulah,
mereka berdua memilih tantangan sarat resiko. Keduanya adalah bagian dari
sekelumit yang gagah berani melakukan perubahan. Berani melakukan lompatan yang
tak sekadar: lompatan besar.
Maka melompatlah!
Mungkin jika tak melompat, Sergio Ramos takkan bisa menyundul bola umpan Luka
Modric untuk menyamakan kedudukan di final Liga Champions musim lalu, untuk
selanjutnya mengangkat trofi bergengsi. La Decima. #HalaMadrid #eh
0 komentar:
Post a Comment